cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum
ISSN : 19782292     EISSN : 25797425     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum merupakan media ilmiah bidang kebijakan hukum berupa hasil penelitian dan kajian, tinjauan hukum, wacana ilmiah dan artikel. Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret" : 7 Documents clear
IMPLEMENTASI NORMA STANDAR DI RUMAH DETENSI IMIGRASI JAKARTA DALAM UPAYA PENCEGAHAN KONFLIK ANTAR DETENI (Implementation of Standard Norms at Immigration Detention Centre in Jakarta In order to Prevent the Conflict Among Detainees) Oksimana Darmawan
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.71-86

Abstract

Tantangan dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi No. IMI.1917.OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) dihadapkan akan upaya pencegahan konflik antar deteni. Pencegahan konflik kekerasan ini juga menyangkut kewajiban Pemerintah Indonesia melalui Ditjen Imigrasi menerapkan norma standar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam SOP di Rudenim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, berbentuk penelitian tindakan dengan teknik penarikan sampel secara purposive sampling, yaitu informan petugas Rudenim Jakarta yang bertugas pada tahap pendetesian dan pelayanan deteni serta keterwakilan deteni sebesar 10% dari tiap kewarganegaraan, teknik pengumpulan data melalui studi dokumen, wawancara, dan kuesioner untuk deteni. Hasil penelitian menyangkut tipologi konflik, faktor kesalahpahaman merupakan faktor utama terjadinya konflik. Selain itu, faktor pendorong terjadinya konflik antar deteni adalah stres yang bisa diakibatkan tidak adanya kegiatan yang sifatnya hiburan atau olahraga di luar Rudenim. Mengenai implementasi norma HAM, masih ditemui kekurangan, seperti tidak adanya tenaga konseling kepada deteni. Salah satu upaya pencegahan konflik dalam membangun sistem peringatan dini adalah petugas keamanan memanfaatkan deteni yang sudah lebih dahulu berada di Rudenim untuk membantu petugas mengkomunikasikan permasalahan-permasalahan yang terjadi antar deteni. Saran yang bisa diberikan, antara lain, pengadaan tenaga psikolog yang mampu berbahasa asing, penyempurnaan SOP dengan menambahkan 21 variabel penelitian yang memuat norma standar HAM, dan membuat peta potensi konflik.Kata kunci : Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), norma standar Hak Asasi Manusia (HAM), dan pencegahan konflik kekerasan.AbstractThe challenges in the Regulation of Immigration Director General Number. IMI.1917.OT.02.01/2013 on Standard Operating Procedures (SOP) of Immigration Detention Centre (Rudenim) faced at efforts to prevent conflict among detainees. The prevention of violence conflict concerned on obligation of Indonesia Government through Immigration Directorate General to put standards norm of human rights in immigration detention centres. This research used a descriptive-qualitative method, it was an applied research by purposive sampling. The informen in this research were the officers of immigration detention centre ,in Jakarta who charging in detaining and served detainees. Representative of respondents was 10% of each citizenship. Data collecting by literature research, interview and questionnaire with detainees. Its result was conflct-typology,misunderstanding was a main factor of conflict. Besides, the trigger among detainees was stress or pressure that could be caused by less entertainment or sport/work-out activity. The implementation of human rights norms was still found deficiency such as the absence of counsellors for detainees. One of efforts to avert conflicts in making an early warning system was to engage detainees to help officers to communicate problems that occured among them. Its suggestion were recruitment of psychologist who spoke foreign languages fluently, improvement of SOP with adding 21 research variables contained human right` norm standards and making a map of conflict`potency.Keywords : Standard Operating Procedure (SOP), immigration detention centre (Rudenim), the standard norms of human rights (HAM).
REVITALISASI KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM RANGKA MENDUKUNG PERLINDUNGAN KI DI INDONESIA (Revitalization of Society Legal Awareness in order to Protect Intellectual Property In Indonesia) Taufik H. Simatupang
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.1-21

Abstract

AbstrakPermasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat tentang pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) di Indonesia, faktor-faktor pengaruh rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan KI dan kendala yang dihadapi Pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Metodologi penelitian didekati dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif, bersifat deskriptif analisis dengan bentuk evaluatif dan dari sudut penerapannya penelitian ini adalah penelitian terapan (applied research) yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan secara praktis, aplikatif dan dapat digunakan sebagai data bagi Pimpinan untuk mengambil kebijakan terkait secara lebih cepat. Hasil penelitian menemukan mayoritas masyarakat berpersepsi bahwa penghargaan terhadap KI mutlak diperlukan karena tenaga dan fikiran manusia perlu mendapat penghargaan.Penghargaan terhadap KI juga dipandang berpotensi memotivasi setiap orang berlomba-lomba untuk berkreasi dan berkarya. Oleh karena itu setiap orang harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk menunjukkan kreativitasnya, di sisi lain semua pemangku kepentingan tentunya harus memberikan penghargaan dan kemudahan-kemudahan yang diperlukan. Meskipun dalam kenyataannya pemilik KI, belum mendapatkan keuntungan (royalti) yang pantas atas karya intelektualnya karena banyaknya pembajakan dan tindakan plagiat. Terkait dengan kesadaran hukum masyarakat penelitian menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran masyarakat disebabkan kurangnya pengetahuan tentang KI. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan sosialisasi dan promosi yang dilakukan belum maksimal dan faktor lain seperti frekuensi (volume) yang kurang intens, sasaran/audiens tidak tepat, materi dan kemampuan si pemateri atau narasumber dalam pelaksanaan sosialisasi yang belum memadai. Disamping itu juga karena harga produk tiruan yang lebih murah dari produk aslinya.Kendalayang dihadapi pemerintah selama ini dalam rangka sosialisasi KI adalah kurangnya SDM yang memahami pengetahuan dasar tentang KI, kurangnya sarana prasarana penunjang kegiatan sosialisasi seperti kenderaan, buku-buku tentang KI, alat-alat bantu untuk melakukan sosialisasi, disamping minimnya anggaran untuk kegiatan sosialisasi.Kata Kunci: Kesadaran Hukum Masyarakat, Perlindungan KI di Indonesia, Peran PemerintahAbstractThe issues in this research arehow society perception on the importance of intellectual property, factors that influence low level of society awarness on its protection and the obstacles faced government in promoting its awarness. It used qualitatif and quantitatif method, an analytical-descriptive term and evaluative research. It was also an applied research aimed to solve problems, practically, applicatively and could be useful as data for stakesholders to make decision-making,shortly.Based on research found that the majority of society needed absolutely to be appreciation for their intellectual property as an invention that generated by ideas and thoughts. Its could motivate everyone to race to be creative and working. So, it was needed a large space to people to performance their creativities, and in the other hand, stakesholders certainly had to give honor and the ease. But, in fact the inventors (owners) had not deserve advantages/royalty on their invention as many of piracy and plagirism, yet. And the low level of society legal awarness influenced by the lack of knowledge on intellectual property. It showed a tendency of socialization and promotion had not maximized yet and the others factors such as lack of intensity, audiences was not right, material and the speakers who gave socialization were not capable. Besides, the price of counterfeit products cheaper than the original. The government`s obstacles were lack of human resources whom understood basic knowledge on intellectual property , lack of infrastructures to socialize such as vehicles, books, tools, and low bugdet.Keywords: society legal awarness, protection of intellectual property in Indonesian, role of government
Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Bagi Penyandang Skizofrenia di Daerah Istimewa Yogyakarta (Rights Fulfillment on Health of People With Schizophrenia In Special Region of Yogyakarta) Firdaus Firdaus
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.87-103

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pemenuhan hak atas kesehatan bagi penyandang skizofrenia, mengidentifikasi kendala pemenuhan hak atas kesehatan bagi penyandang skizofrenia dan mengidentifikasi bentuk pelanggaran hak asasi manusia apa saja yang dihadapi penyandang skizofrenia. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dan studi lapangan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam. Hasil Penelitian menunjukkan sudah ada peraturan daerah dalam melindungi penyandang skizofrenia berupa Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanggulangan Pemasungan yang bertujuan untuk meningkatkan edukasi tentang kesehatan jiwa, dan untuk penanganan gelandangan psikotik telah mempunyai Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Pelayanan kesehatan jiwa telah menggunakan penerapan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat dengan menggunakan kader jiwa untuk turun ke lapangan mengidentifikasi penyandang skizofrenia di wilayahnya.Kendala upaya pemenuhan hak atas kesehatan bagi penyandang skizofrenia kondisi ini tidak lain karena pemerintah daerah juga minim perhatian terhadap isu kesehatan jiwa. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan hampir tidak tersedia anggaran khusus yang memadai tentang kesehatan jiwa di pemerintah daerah. Masih diketemukan indikasi pelangggaran dan pembiaran terhadap penyandang skizofrenia yang terlantar di panti-panti.Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan jaminan hak penyandang skizofrenia untuk terbebas dari perbuatan di luar kemanusiaan, penyiksaan, dan hukuman kejam lainnya.Kata Kunci: Pemenuhan, Hak Atas Kesehatan, Penyandang SkizofreniaAbstractThis research was aimed to find out the fulfillment of right on health of people with schizophrenia , identified the obstacles and identified the types of human rights abuses faced by them. It used a qualitative approach through literature and field studies by using observation method and in-depth interviews .It showed that there had been local regulations in protecting people with schizophrenia in the form of the gubernatorial regulation number 81/2014 on guidelines of Curb Countermeasures purposed to improve education on mental health. To handle psychotic homeless, it was a regional regulation number 1/2014 on Handling Homeless and Beggars. Mental health services had used the implementation of community-based services by using men/women to go down to the field to identify people with schizophrenia in its territory. Obstacle in fulfilling on health`s rights of them because the local government had not pay attention much to this issues, yet. It was proved by allocating a low bugdet or certain fund for sanity. It still found indication of infraction by neglecting them live in nursing homes. Therefore, government had to guarantee of their rights to feel free of tortures, and other inhumane acts.Keyword: fulfillment on health`s rights, people with schizophrenia
STANDARDISASI BANGUNAN KANTOR IMIGRASI KELAS I SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK (Standardization of Immigration Offices BuildingClass I As An Effort To Promote Public Service) Edward James Sinaga
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.23-35

Abstract

AbstrakKantor Imigrasi Kelas I sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) merupakan perwujudan dari bentuk Instansi Pemerintah yang melayani masyarakat dibidang keimigrasian.Keberadaan Kantor Imigrasi memiliki peran yang sangat penting dalam hal pelayanan publik, seperti pengurusan dokumen perjalanan, visa, ijin tinggal dan status, penyidikan dan penindakan, lintas batas, dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam rangka optimalisasi pelayanan yang baik kepada masyarakat dan seiring dengan intensitas pelayanan yang semakin meningkat, maka perlu upaya untuk memiliki gedung yang lebih layak dan memadai dalam rangka memberikan kenyamanan baik bagi pegawai yang melayani, maupun bagi masyarakat.Tujuan tulisan ini untuk mendesain kantor imigrasi yang sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan pengguna kantor imigrasi kelas I sehingga dapat memberikan rasa nyaman serta aman bagi penggunannya. Dengan menggunakan descriptive analysis sehingga dapat menggambarkan gedung standar bangunan Kantor Imigrasi Kelas I dengan cara menelaah secara teratur, objek, dan secara cermat.Kondisi eksisting gedung Kantor Imigrasi Kelas I yang saatini dinilai kurang representatif untuk menunjang kegiatan pelayanan publik di bidang keimigrasian yang lebih transparan.Tidak hanya transparan dalam kegiatan pelayanan publiknya namun seharusnya juga diterapkan dalam tampilan bangunan serta layout ruang di dalamnya dengan meningkatkan sarana prasarana yang menunjang agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memperlancar kinerja pelayanan.Untuk mengembangkan standar bangunan Kanim Kelas I diperlukan siteplan bangunan Kanim Kelas I, Pengaturan ruang,Spesifikasi ruang-ruang utama berikut perabotnya,dan pola hubungan kedekatan ruang.Kata Kunci: Standar Gedung, Kantor Imigrasi Kelas I,PelayananPublikAbstractImmigration offices Class I as a technical unit (UPT) are manisfestation of government institutional that serve public in immigration. They have very important role in public service such as travel document arrangement, visa, license of stay and status, investigation and prosecution, transboundary and foreign cooperation relationship and immigration information system. In order to optimalize their good service to public/people and in line with intensity that grow increasingly, time by time, so it is necessary to construct good and standard building to give convenience, both officers and people. This research used analytical descriptive to describe a standard of immigration office building Class I studying object, orderly and thoroughly. The existing of that building are not representative to support public service more transparant, both the service and the look of building, the lay out of the building. They should be repaired by improving infrastructures as people`s need and also to support activities to increase performance. To develop standard of building were needed site-plan, room arrangement, the spesification of main room and furnitures, and pattern of joinning-room.Keywords: Standard of Building, Immigration Office Class I, Public Service
Analisis Kebijakan Perlindungan Saksi Dan Korban (Policy Analysis of Witness and Victim Protection) Josefhin Mareta
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.105-115

Abstract

Saksi seringkali tidak dapat dihadirkan karena adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu, sehingga perlu adanya perlindungan hukum kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkapkan tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tujuan pembentukan dan proses analisis kebijakan perlindungan saksi dan korban. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan analisis kualitatif dengan melakukan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa saksi dan korban menjadi elemen penting untuk membantu tercapainya tuntutan keadilan di dalam sistem peradilan terpadu (integrated criminal justice system), sehingga dengan adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengamanatkan penguatan kelembagaan LPSK, tidak hanya saksi dan korban dalam pelanggaran HAM berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terosisme saja yang mendapatkan perlindungan, namun juga untuk semua kasus pidana, di mana para saksi dan korbannya memerlukan perlindungan. Oleh karenanya, LPSK diharapkan dapat membangun kepercayaan dari masyarakat sebagai pelapor.Kata Kunci: Analisis Kebijakan, Perlindungan Hukum, Saksi dan KorbanAbstractOften, witnesses can not be presented on trial due to threat from certain parties, both physically and psychologically, so that legal protection be required to anyone who knows or find something that can help reveal the criminal acts that happened and inform to law enforcers. This research was aimed to find out the purpose of establishment and policy analysis process of witnesses and victims protection.This normative juridical research used qualitative analysis by doing study literature.Based on the research results, the researcher concluded that the witness and the victim becomes an important element to help achieve justice in the integrated criminal justice system, so that with the Law Number 13/2006 jo. Law Number 31/2014 on the Protection of Witness and Victims, which mandates the institutional strengthening of The Institution of Witnesses and Victims Protection (LPSK), not just witnesses and victims of human rights violations, corruption, money laundering and terrorism who will be protected, but also for all cases criminal.Therefore, LPSK is expected to build the trust of the community.Keywords: Policy Analysis, Legal Protection, Witness and Victim
Aspek Layanan Kesehatan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dan Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Aspects of Health Carestowards Convicts And Inmates) Ahmad Sanusi
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.37-56

Abstract

Berdasarkan data, Narapidana dan Tahanan di Lapas dan Rutan pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi di 464 UPT Lapas dan Rutan sudah mencapai 162.441 orang/Januari 2015. Padatnya tingkat hunian Rutan/Lapas menghambat Rutan/Lapas dalam melaksanakan fungsi pelayanan atau pembinaan. Kelebihan kapasitas yang tidak sebanding dengan luas dan hunian akan berakibat sangat cepat narapidana dan tahanan terjangkit penyangkit menular. Disisi lain kondisi sanitasi yang kurang baik akan mempercepat proses lingkungan yang tidak sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum terkait dengan layanan kesehatan dan perawatan bagi narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dengan permasalahan sebagai berikut : pertama Bagaimana pelaksanaan Layanan Kesehatan pada Lapas dan Rutan. Kedua Bagaimana kendala yang dihadapi dalam pemberian layanan kesehatan pada Lapas dan Rutan. Sementara Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan strategi meneliti menekankan pada usaha memanfaatkan dan mengumpulkan informasi mengenai suatu fenomena secara statistik. Hasil penelitian menyimpulkan belum ada standardisasi poliklinik pada Rutan dan Lapas. Kemudian penempatan tenaga medis (dokter) masih belum merata pada tiap-tiap Rutan dan Lapas. Selain pula Sarana dan prasarana poliklinik serta obat-obatan, menurut responden dari tenaga medis masih dirasakan sangat kurang dan masih perlu adanya peningkatan. Oleh karena itu, maka penulis merekomendasikan Rutan dan Lapas, perlu adanya kebijakan standard ruang layanan kesehatan (poliklinik kesehatan), seperti ruang obat; ruang poli gigi, ruang konseling; ruang poli umum; dan ruang rawat inap. Dan padaRutan dan Lapas, perlu segera adanya penempatan tenaga medis (dokter) yang masih belum terisi oleh tenaga medis seperti dokter umum dan dokter gigi.Kata Kunci : Layanan Kesehatan, Warga Binaan Pemasyarakatan dan Tahanan, Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan NegaraAbstractBased on data, on January 2015, the numbers of convicts and inmates in correctional institutionals and jails (464 technical units), in 33 provinces reached 162.441. The density of this occupancy in correctionals and jails had caused disruptive in carrying service out or development for them. The over capacity is not comparable with wide of area and occupancy that can lead many communicable diseases to them. On the other hand, a poor sanitation can make unhealthy environment. This research was aimed to find out a general description about health and treatment cares for convicts and inmates in correctionals and jails. The problems were : first, how the implementation of health cares in correctionals and jails? Second, how obstacles faced in serving health in correctionals and jails? It used quantitative approach by using a strategy of pointing on utilizing and collecting information about a phenomenon, statistically. The result of this research was concluded that there was not a standardization of polyclinic`s building at correctionals and jails, yet. Then, there were differences of of paramedic placement (doctor), in each correctionals and jails. According to respondents (paramedic) still found the lacks of infrastructures and medicines. The recommendation of this research were it was necessary a policy of polyclinic standard, such as drugstore, dental room, room of counselling, room of general polyclinic, and room of inpatient. It was needed paramedics to place in correctionals and jails both doctors and dentists.Keywords: Health Care, convicts and inmates, correctional institutionals and jails
STANDARDISASI BANGUNAN RUMAH DETENSI IMIGRASI (Standardization of Immigration Detention Centre Building) Victorio Hariara Situmorang
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.57-70

Abstract

Setiap orang yang melakukan perlintasan antar negara harus mengikuti peraturan yang berlaku, tetapi tidak sedikit orang-orang yang melakukan perlintasan secara ilegal (tidak mengikuti peraturan yang berlaku). Hal ini dapat kita jumpai berdasarkan jumlah Imigran ilegal yang tertangkap dan dimasukan ke dalam Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) di Indonesia. Jumlah imigran ilegal / deteni yang ditampung di Rudenim jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat, yang mengakibatkan sudah tidak terlihat cukup efisien lagi terutama dalam hal daya tampung deteni. Jika diistilahkan secara gamblang, sudah dalam kategori kelebihan daya tampung/muatan (over capacity). Dalam penelitian ini dibahas bagaimana kondisi Rudenim di Indonesia terkait kondisi di atas. Penelitian ini menggunakan metodologi analisis deskriptif dengan sumber data sekunder. Hasil penelitian ini menggambarkan kenyataan yang ada lapangan, dan memberikan solusi terhadap permasalahan/kondisi tersebut.Kata kunci: Rumah detensi imigrasi, imigran ilegal, kelebihan kapasitasAbstractEveryone whom crossing countries has to obey the rules, but mostly they cross, illegally (break the law). It can be find out the number of illegal immigrant (detainees) that caught and put them in immigration detention , in Indonesia. Its number is increasing year by year and causing over capacity. This research discussed how the condition of immigration detentions. It used descriptive-analytical method sourced secondary data. It described the fact in field and gave solution to that problem/condition.Keywords: immigration detention, illegal immigrants, over-capacity

Page 1 of 1 | Total Record : 7